AJI Berkomitmen Jaga Independensi Jurnalis dan Keamanan Digital Masyarakat Sipil Selama Pemilu

HUT AJI Padang (Foto: dok AJI)

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang memperingati hari lahirnya ke-18 tahun, pada 23 Januari 2023. Memasuki usia dewasa itu, Merawat Integritas, Menjaga Independensi dijadikan sebagai semangat gerakan yang akan terus diperjuangkan oleh AJI Padang.

Perayaan HUT AJI itu juga dimeriahkan dengan diskusi publik tentang Keamanan Digital Masyarakat Sipil dan Pers Selama Tahun Pemilihan.

Ketua AJI Padang, Aidil Ichlas menyampaikan terima kasih kepada para tamu yang tetap ramai hadir, walau cuaca buruk melanda Kota Padang, sejak siang. Hadir dalam kesempatan tersebut sejumlah pendiri dan deklarator AJI Padang, perwakilan organisasi jurnalis, kelompok masyarakat sipil, aktivis dan akademisi.

Aidil menyebutkan, tema Merawat Integritas Menjaga Independensi yang diusung AJI Padang, merupakan semangat untuk memperjuangkan independensi jurnalis, terlebih di tahun politik ini. Sebab menurutnya, tidak sedikit jurnalis yang berganti haluan ke profesi lain, maupun rangkap kerja terlibat di bidang politik atau lainnya.

"Di AJI Padang ada enam anggota yang mundur karena beralih profesi. Sikap anggota AJI Padang yang memilih mundur ini merupakan sebuah kehormatan, karena ini bentuk dari upaya mereka menjaga integritas dalam menjaga nama baik AJI Padang," ujar Aidil.

Hal ini, sambung Aidil, tidak lepas dari perkembangan dinamika media saat ini, terutama dalam kesejahteraan jurnalis. Baik itu di daerah atau pun di tingkat nasional. Namun, ia berharap integritas dan independensi tidak hanya berlaku saat seseorang berprofesi sebagai jurnalis, namun juga di profesi-profesi lain.

Rumah AJI Padang
Perayaan HUT ke-18 tahun ini juga sebagai momentum bagi AJI Padang dalam mempercepat pembangunan kantor AJI Padang yang telah dimulai dalam satu tahun terakhir. Pembangunan ini ditargetkan rampung dalam tahun 2023 ini.

"Kantor AJI Padang ini merupakan sebuah bangunan yang kami cita-citakan sebagai rumah jurnalis dan komponen masyarakat sipil dalam memperjuangkan serta mengawal demokrasi dan kepentingan publik," ujarnya.

AJI Padang telah menyiapkan berbagai program dan tahapan rencana pembangunan. Termasuk juga membuka donasi publik dalam mendukung percepatan pembangunan Kantor AJI Padang.

Diskusi Publik

AJI Padang berkomitmen untuk terlibat dalam isu-isu kepentingan publik, khususnya di Sumatra Barat. Seperti menyelenggarakan diskusi publik pada HUT ke-18 AJI dengan tema Keamanan Digital Masyarakat Sipil dan Pers Selama Tahun Pemilihan. 

Diskusi publik ini menghadirkan Senior AJI Padang sekaligus Ketua MPO AJI Indonesia, Hendra Makmur, Charles Simabura perwakilan akademisi dari PUSaKO Unand, dan perwakilan kelompok masyarakat sipil Diki Rafiqi dari LBH Padang

Hendra Makmur dalam pemaparannya mengatakan, meningkatnya eskalasi politik pada tahun pemilihan berpotensi menimbulkan ancaman-ancaman kejahatan digital, baik terhadap jurnalis atau pun masyarakat sipil yang bergerak dalam menyuarakan kepentingan-kepentingan publik.

"Karena memanasnya situasi pada setiap tahun pemilihan maka potensi ini sangat mungkin terjadi menjelang tahun pemilihan pada 2024 nanti," ujar Hendra

Berdasarkan data AJI Indonesia pada 2022 tercatat ada 61 kasus kekerasan terhadap 97 jurnalis dan pekerja media serta 14 organisasi media. Dengan rincian 15 kasus kekerasan digital, 20 kasus kekerasan fisik dan perusakan alat kerja, 10 kasus kekerasan verbal,  3 kasus kekerasan berbasis gender, 5 kasus penangkapan dan pelaporan pidana dan 8 kasus penyensoran.

"Kasus ini naik 42 persen dari 2021 sebanyak 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Ini gambaran bagaimana potensi ancaman itu bisa terjadi bukan hanya bagi jurnalis tapi juga aktivis masyarakat sipil," ujarnya.

Menurut Hendra, meningkatnya potensi kekerasan digital ini lantaran aktivitas publik di internet semakin tinggi. Berdasarkan data asosiasi penyelenggara jasa layanan internet tingkat penetrasi internet di Indonesia di angka 77,02 persen. Sementara untuk di Sumatera Barat tingkat penetrasi internet di angka 75,4 persen.

Hendra menambahkan, ancaman digital tersebut juga semakin beragam. Mulai dari peretasan, intimidasi, doxing, D-Dos, pencatutan hingga penyebaran hoax. Hal ini tentu harus diikuti dengan pelindungan dan literasi keamanan digital yang harus dipahami oleh jurnalis atau pun penggiat kelompok masyarakat sipil.

"Untuk keamanan digital kita bisa mulai dari membuat kata sandi yang kuat, tidak sembarangan mengunduh aplikasi, tidak asal klik link-link dari sumber yang tidak jelas, rutin memperbaharui software. Termasuk juga menggunakan antivirus saat terhubung dengan internet," ujarnya.

"Keamanan digital ini penting, apalagi menyambut tahun pemilihan karena rawan terjadi bagi jurnalis, serta pada aktivis-aktivis masyarakat sipil yang bergerak di isu-isu kepentingan publik," ujarnya menambahkan.

Sementara itu, Charles Simabura mengatakan, pemerintah harus hadir dalam memberikan perlindungan digital bagi masyarakat. Sebab, sejauh ini, upaya-upaya keamanan digital yang dilakukan oleh publik masih sebatas inisiatif kemandirian masyarakat sendiri agar aman di dunia digital.

"Kesadaran pemerintah kita terhadap keamanan digital ini masih dipertanyakan. Kita bisa berkaca pada bocornya sejumlah data pribadi publik milik lembaga pemerintahan yang diretas oleh Bjorka." katanya.

Menurut Charles, potensi kekerasan atau pun kejahatan digital terhadap pers dan kelompok masyarakat sipil tidak lepas dari peran mereka dalam mengimbangi kekuasaan.

Seperti pers yang memegang teguh independensinya akan sering diganggu dalam mempertahankan independensinya. Khususnya pada momentum tahun pemilihan yang akan datang ini.

Sementara itu, Diki Rafiqi menilai fenomena publik di dunia digital yaitu polarisasi masyarakat yang terbelah karena gejolak politik pada tahun pemilihan. Dan hal ini masih terus berlangsung dari tahun pemilihan ke tahun pemilihan.

Di sisi lain, kata Diki, kondisi ini diperburuk dengan masih lemahnya sistem dan regulasi keamanan digital di Indonesia. Sehingga potensi-potensi ancaman digital ini semakin riskan terjadi.

"Menjelang 2024 ini, kita masih dalam kondisi yang terbelah, propaganda-propaganda masih intens di sosial media," katanya.

Menurut Diki, literasi media dan informasi penting dalam menjaga diri dari ancaman digital saat ini. Mulai dari memilah informasi yang valid agar tidak terjadi misinformasi, apalagi menjelang tahun pemilihan yang sangat rawan hoax dan ujaran kebencian. 
Kemudian menggunakan aplikasi yang melindungi perangkat handphone atau laptop agar tidak mudah mendapatkan serangan peretasan, virus dan sebagainya.

Editor: Egi Caniago
Egi Caniago

Related Stories