Astaga, Dana Korban Boeing yang Diselewengkan ACT Menjadi Rp107,3 Miliar

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Kombes Nurul Azizah (Nadia Amila/ TrenAsia.com)

Penyidik Bareskrim Polri dan Tim Audit mengungkapkan dana sosial korban jatuhnya pesawat Boeing JT610 yang diselewengkan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) bertambah menjadi Rp107,3 miliar.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Kombes Nurul Azizah mengatakan, fakta yang didapatkan dari hasil penyidikan dana yang tadinya diduga hanya senilai Rp68 miliar bertambah menjadi Rp107,3 miliar.

Kemudian fakta baru ditemukan bahwa, uang yang digunakan untuk pembangunan sarana sosial hanya senilai Rp30,8 miliar dari total dana yang masuk ke yayasan.

"Didapati fakta juga bahwa ternyata Dana Sosial Boeing yang digunakan untuk kegiatan pembangunan sarana sosial sesuai proposal ahli waris, berdasarkan hasil audit diduga hanya sebesar Rp30,8 Miliar," kata Nurul Azizah dalam konferensi pers pada Senin, 8 Agustus 2022.

Dari total Rp107,3 miliar tersebut, para petinggi yayasan diketahui menyelewengkan dana korban jatuhnya pesawat Boeing JT610 sebesar Rp10 miliar untuk membayar utang ke Koperasi Syariah 212.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, pembayaran utang tersebut sesuai dengan surat perjanjian yang telah dibuat Yayasan Filantropi ini dan Koperasi Syariah 212. 

Dalam perjanjian tersebut, pembayaran utang dibungkus sebagai pemberian dana Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan kemitraan penggalangan dana (fundraising) sosial dan kemanusiaan.

Selain untuk membayar utang, dana para korban pesawat Lion Air tersebut juga digunakan untuk keperluan lain, diantaranya untuk pengadaan armada rice truck Rp2,02 miliar, pengadaan armada program big food bus Rp2,85 miliar, kemudian pengembangan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp8,79 miliar.

Tak hanya itu, Yayasan ACT juga menggunakan dana tersebut sebagai dana talangan kepada CV CUN senilai Rp3,05 miliar dan dana talangan kepada PT MBGS senilai Rp7,85 miliar. 

Sisa dana tersebut, lalu masuk ke dana operasional yayasan seperti gaji, tunjangan, sewa kantor, dan pelunasan pembelian kantor, dana juga diketahui untuk yayasan lain yang terafiliasi dengan ACT.

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka pada 25 Juli 2022, sekitar pukul 15.50 WIB. Keempat tersangka tersebut yakni mantan Presiden ACT Ahyudin, Ibnu Khajar (IK), Heriyana Hermain (HH), dan Noviadi Imam Akbari (NIA).

Saat ditetapkan sebagai tersangka, keempat petinggi ACT tersebut tidak langsung ditahan pada 29 Juli 2022. Keempat tersangka tersebut akhirnya dibekuk di Rutan Bareskrim selama 20 hari, terhitung sejak 29 Juli sampai 17 Agustus 2022.

Polri juga telah melakukan penyitaan 56 unit kendaraan operasional yayasan dari kasus ini. Dari total 56 unit kendaraan tersebut diantaranya, terdapat 44 unit mobil dan 12 unit motor. Sebanyak 56 barang bukti tersebut akan disimpan di Gudang Wakaf Distribution Center (WDC), Global Wakaf Corpora, Bogor.

Akibat dari perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan pasal berlapis yaitu, pasal Tindak Pidana Penggelapan dan atau Penggelapan dalam Jabatan dan atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Tidak Pidana Yayasan dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang, Yaitu sebagaimana dimaksud dalam pertama Pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, Pasal 45A ayat 1 juncto pasal 28 ayat 1 Undang-undang 19 tahun 2016 tentang perubahan Undang-undang 11 tahun 2008 tentang ITE.

Kemudian, Pasal 70 ayat 1 dan 2 juncto pasal 5 Undang-undang 16 tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.

Terakhir, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Keenam, Pasal 6, Pasal 55 KUHP junto Pasal 56 KUHP. (TrenAsia.com)

Editor: Redaksi
Bagikan

Related Stories