Ekonomi
Dirjen Pajak Raup Rp1,6 Triliun dari PPN E-Commerce
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) melalui e-commerce pada semester I-2021 melesat 125,2% dibandingkan semester II-2020.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan realisasi pajak e-commerce yang tinggi mengindikasikan belanja daring semakin menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia.
Menurut catatan DJP, realisasi PPN e-commerce naik dari Rp915,7 miliar per Desember 2020 menjadi Rp1,64 triliun pada akhir Juni 2021.
“Realisasi ini kami prediksi masih bisa naik seiring adanya penambahan perusahaan pemungut PPN yang bergerak di bidang e-commerce,” ucap Neilmaldrin saat dihubungi TrenAsia.com, Jumat, 16 Juli 2021.
Neilmaldrin menyebut ada dua perusahaan pemungut PPN e-commerce baru, yakni PT Fashion Marketplace Indonesia (Zalora) dan Pipedrive OU. Transaksi yang dilakukan melalui e-commerce itu bakal dikenai PPN terhitung sejak 1 Juli 2021.
E-commerce Favorit Masyarakat
Besaran PPN yang ditetapkan ialah sebesar 10% dari harga sebelum pajak dan harus dicantumkan pada invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN. Secara keseluruhan, sudah ada 75 perusahaan yang memungut PPN produk digital kepada penggunanya hingga awal semester II-2021.
Neilmaldrin menyebut e-commerce sebagai bidang utama yang memiliki kontribusi tinggi pada PPN produk digital. Sejalan dengan realisasi tersebut, tren belanja daring memang tengah mendapat atensi yang luar biasa dari masyarakat Indonesia.
Menurut survei dari startup market research Populix, sebanyak 88% masyarakat Indonesia mengaku sering melakukan belanja melalui e-commerce. Survei tersebut juga mengungkap kelompok usia 18-21 tahun dan 22-28 tahun menjadi kalangan yang paling sering melakukan transaksi.
Pada survei yang sama, E-commerce yang paling populer di Indonesia rupanya dikuasai oleh Shopee. Lalu, startup unicorn dalam negeri Tokopedia berada di posisi kedua, diikuti Lazada dan Bukalapak.
Kinerja Perusahaan E-Commerce Moncer
Head of Center Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan tingginya minat belanja daring ini semakin memberi dorongan pada pertumbuhan perusahaan e-commerce di Indonesia. Bahkan, Huda menyebut e-commerce menjadi tulang punggung utama ekonomi digital di Indonesia.
“70 persen lebih ekonomi digital Indonesia disumbang oleh e-commerce. Dengan adanya IPO (Initial Public offering) Bukalapak, maka akan lebih meningkatkan lagi proporsi e-commerce terhadap ekonomi digital nasional,” ucap Huda saat berbincang dengan wartawan Trenasia.com belum lama ini.
Huda menjelaskan pesatnya perkembangan e-commerce tidak bisa lepas dari struktur perekonomian Indonesia yang masih tradisional. Menurutnya, tersedianya pasar baru bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi alasan utama mengapa sektor ini melaju kencang di Indonesia.
Seperti diketahui, UMKM menguasai setidaknya 61,07% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau setara Rp8.573 triliun pada 2020.
Kedua, berkah penetrasi internet yang begitu tinggi di Indonesia. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan sebanyak 202,6 juta masyarakat Indonesia atau 73,7% dari total populasi telah menggunakan internet per Januari 2021.
Lalu, sektor ini telah dinilai begitu “seksi” oleh investor sehingga dukungan pendanaan lebih terbuka dibandingkan dengan sektor lainnya. Tengok saja Bukalapak yang rupanya menghimpun dana dari 55 investor.
Tidak kalah penting, Huda menilai kemampuan pemain e-commerce dalam melakukan pemasaran patut diacungi jempol. Dirinya menyebut pemain e-commerce lebih cepat menangkap tren yang tengah hangat diperbincangkan oleh masyarakat dan mengubahnya menjadi celah mendulang keuntungan.
“Pemasaran dari sejumlah pemainnya yang saya kira ikut mendorong sektor ini berkembang pesat juga,” ujar Huda.
(TrenAsia.com)