Impor BBM Satu Pintu: Kebijakan Kecil, Efek Besarnya Mengguncang

Menguak Efek Domino Impor BBM Satu Pintu, Jangan Diremehkan! (Reuters/May James)

JAKARTA – Pemerintah menegaskan akan menghentikan izin impor minyak tambahan bagi badan usaha (BU) swasta yang mengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Mulai sekarang, kebutuhan BBM untuk SPBU swasta wajib dipenuhi lewat skema pembelian dari Pertamina. Empat perusahaan swasta yang beroperasi di Indonesia, yaitu BP-AKR, Vivo, Shell, dan Exxon Mobil, diwajibkan mengambil pasokan BBM melalui Pertamina.

Kebijakan ini lahir setelah serangkaian pertemuan antara pemerintah, Pertamina, dan pelaku usaha SPBU. Langkah tersebut dinilai berpotensi menggeser arah kebijakan energi nasional dari sistem yang lebih liberal menuju kontrol negara yang lebih terpusat.

Selama ini, SPBU swasta mengandalkan fleksibilitas impor dari berbagai negara dengan harga kompetitif untuk menekan biaya operasional. Namun, jika kebijakan baru berlaku, mereka wajib membeli pasokan dari Pertamina dengan harga yang telah ditetapkan.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menjelaskan dalam mekanisme impor bebas, perusahaan memiliki keleluasaan memilih negara asal BBM dengan harga paling murah sehingga bisa menekan biaya. 

Akan tetapi, jika skema impor satu pintu diterapkan, SPBU swasta kehilangan fleksibilitas itu karena wajib membeli pasokan dari Pertamina dengan harga yang sudah ditentukan.

Baca juga : Tenggat Permodalan 2026: Stabilitas Industri Asuransi di Ujung Tanduk?

“Dengan pengadaan bebas, perusahaan bisa menentukan negara impor dengan harga yang paling murah dan melakukan efisiensi biaya pengadaan impor BBM. Jika satu pintu, SPBU swasta tidak lagi impor dengan harga paling murah, tetapi harus membeli BBM Pertamina dengan harga yang sudah ditetapkan," jelas Fahmi dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat, 19 September 2025.

Fahmy menyoroti potensi konflik kepentingan karena Pertamina akan berperan ganda sebagai pemasok tunggal sekaligus pesaing langsung. Kondisi ini dinilai bisa menimbulkan masalah seperti diskriminasi harga maupun pembatasan pasokan bagi swasta.

“Untuk harga, Pertamina saja menerapkan harga fluktuatif. Kadang harganya lebih tinggi atau rendah dan itu hal biasa. Kalau takut bersaing dengan SPBU asing itu berlebihan. Karena jumlah SPBU asing hanya di kota besar, sedangkan Pertamina di seluruh wilayah Indonesia. Jadi enggak ada alasan khawatir bersaing harga serta service,” tambah Fahmy.

Kehadiran kebijakan impor satu pintu dikhawatirkan memengaruhi iklim investasi Indonesia secara lebih luas. Investor global bisa menilai langkah tersebut sebagai bentuk de-liberalisasi, bahkan nasionalisasi terselubung, yang membuat Indonesia semakin kurang menarik sebagai tujuan investasi.

“Hengkangnya SPBU swasta akan berdampak terhadap iklim investasi di Indonesia, tidak hanya investasi sektor migas saja tetapi juga investasi sektor bisnis lainnya,” tambah Fahmy.

Langgar Persaingan Sehat

Selain itu, monopoli atau quasi-monopoli impor dinilai dapat mengurangi persaingan yang selama ini mendorong inovasi dan peningkatan layanan SPBU. Tanpa adanya tekanan kompetitif, konsumen berisiko dirugikan dengan pilihan layanan yang stagnan.

Dari sisi hukum, kebijakan ini juga rawan digugat karena berpotensi melanggar prinsip persaingan usaha sehat. Meski pemerintah berdalih kebijakan didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945, Fahmy menekankan bahwa pelaksanaannya tidak seharusnya meminggirkan swasta secara sepihak.

“Keterangan Bahlil (Menteri ESDM), dalam rangka mengembalikan pasal 33 UUD 1945 yang mengatakan cabang penting bagi rakyat dikuasai negara. Itu artinya regulasi itu jadi semacam monopoli bagi Pertamina, pada saatnya,” jelas Fahmy.

Diketahui, Kementerian ESDM memastikan tidak akan membuka keran impor minyak tambahan bagi badan usaha (BU) swasta yang mengoperasikan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).  Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah membuka keran layanan penyediaan BBM untuk SPBU swasta lewat kolaborasi dengan Pertamina. 

"Kami baru selesai rapat dengan teman-teman dari swasta dan Pertamina, menghasilkan empat hal. Yang pertama adalah mereka setuju dan memang harus setuju untuk beli, kolaborasi dengan Pertamina.” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam keterangan resminya, di Jakarta, Jumat.

Dalam skema baru, Pertamina tidak lagi menjual BBM siap pakai yang sudah dicampur zat aditif, melainkan hanya memasok minyak mentah (crude oil) kepada SPBU swasta. Bahlil menjelaskan mekanisme tersebut harus berbasis Best Fuel, yaitu bahan bakar yang masih murni tanpa campuran. 

Ia menganalogikan, jika sebelumnya Pertamina menjual produk yang sudah seperti teh siap minum, maka kini yang diberikan hanya air panas untuk kemudian diracik sendiri oleh pihak swasta. Bahlil menekankan kesepakatan ini telah diterima semua pihak dan dipandang sebagai solusi.

“Kedua, syaratnya adalah harus berbasis Best Fuel, artinya belum dicampur-campur. Jadi barangnya itu ibarat bikin teh. Tadi Dirjen saya menjelaskan, kalau yang awalnya itu Pertamina mau jual sudah jadi teh. Tapi sekarang mereka air panas saja, dan ini juga sudah disetujui, ini solusi.”

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 19 Sep 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 25 Sep 2025  

Editor: Redaksi Daerah
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Lihat semua artikel

Related Stories