Nasional
Membedah Dampak Alih Arah Impor BBM dari Singapura ke AS
JAKARTA - Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang berencana menghentikan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura dan mengalihkannya ke Amerika Serikat (AS) menarik perhatian publik.
Rencana ini akan dijalankan secara bertahap mulai akhir tahun 2025. Pengamat energi dari Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, menilai langkah tersebut sebagai keputusan strategis yang seharusnya didasarkan pada kajian yang mendalam.
Dia mengatakan kebijakan itu dapat membantu menyeimbangkan neraca dagang Indonesia-AS. "Jika dijalankan dengan baik, penghentian impor BBM dari Singapura dan pengalihan ke AS dapat meningkatkan ketahanan energi yg merupakan prioritas utama dan dapat menyeimbangkan neraca dagang," katanya kepada TrenAsia.com, Senin, 12 Mei 2025.
- 7 Cara Jitu Digital Detox untuk Anda yang Selalu Sibuk
- Link Nonton Drakor Second Shot at Love, Bukan di LokLok dan Oppadrama!
- Sambal Goreng Indonesia Dinobatkan Jadi Makanan Stir-fry Dishes Terbaik Versi TasteAtlas
Namun, dia menggarisbawahi jarak antarnegara yang akan mempengaruhi biaya logistik, sehingga berpengaruh terhadap harga jual BBM itu sendiri. “Impor BBM dari AS mungkin memiliki biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura. Perlu diantisipasi potensi biaya impor yang lebih tinggi," ujar dia.
Selain itu, Iwa melihat akan ada ketergantungan baru Indonesia pada AS dengan pengalihan impor tersebut. “Hal ini bisa memiliki dampak ekonomi dan geopolitik ke depan,” ujarnya.
Pertimbangan Untuk Pemerintah
Jika pemerintah tetap menginginkan pengalihan impor BBM, Iwa menyarankkan kajian mendalam harus perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti harga BBM. Contohnya perbandingan harga BBM di AS dan Singapura, serta biaya logistik ke Indonesia.
Kedua melihat kapasitas dermaga, di mana kemampuan dermaga di Indonesia untuk menampung kapal besar dan meningkatkan efisiensi impor. Terakhir, kata Iwa, pemerintah harus melihat potensi dampak geopolitik dari pengalihan impor ke AS dan bagaimana hal ini dapat mempengaruhi hubungan dengan Singapura dan negara lain.
Sekadar informasi, sepanjang kuartal I-2025, Singapura masih menjadi penyumbang investasi terbesar dengan nilai US$4,6 miliar, diikuti Hong Kong (US$2,2 miliar), China (US$1,8 miliar), Malaysia (US$1 miliar), dan Jepang (US$1 miliar).
Termasuk dari sisi hilirisasi, Singapura tetap menempati posisi pertama dengan nilai US$4,6 miliar, disusul oleh Hong Kong: US$2,2 miliar, China US$1,8 miliar, Malaysia US$1 miliar, Jepang: US$1 miliar.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 13 May 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 14 Mei 2025