Nasional
Ombudsman Sebut Ada Dugaan Monopoli Tarif Rapid Test
Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi. Dalam SE itu tarif rapid test paling tinggi Rp150.000.
Melihat adanya SE itu, Anggota Ombudsman RI Alvin Lie khawatir selama ini ada indikasi terjadinya monopoli atau oligopoli alat rapid test. Sehingga, tarif rapid test lebih tinggi daripada yang ditetapkan Kemenkes.
Kekhawatiran tersebut didasarkan laporan yang diterima di sejumlah daerah. Alat rapid test dibeli dengan harga di atas Rp200.000 per buah.
Baca Juga: Ini Proses yang Harus Dilalui Penumpang Saat Mendarat di BIM
“Selama ini biaya rapid test itu harganya gila-gilaan karena sudah menjadi komoditas dagang. Itu ada sanksinya atau tidak kalau menetapkan tarif di atas Rp150.000?” tanyanya, seperti dikutip dari TrenAsia.com
Dia khawatir rumah sakit di daerah mematok biaya rapid test di atas batasan biaya yang ditetapkan Kemenkes. Sebab, rumah sakit itu tidak memiliki pilihan untuk membeli alat rapid test sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
“Belinya di tempat itu-itu saja. Yang dikhawatirkan rumah sakit tidak bisa berbuat banyak. Ketika ini diturunkan, siapa yang menanggung rugi?” urainya.
Syarat Bepergian Dihapus
Dia juga meminta peninjauan ulang kebijakan pemerintah yang mengatur persyaratan bepergian harus menunjukkan sertifikat bebas COVID-19 berdasarkan hasil rapid test.
Alvin menyarankan sebaiknya alat rapid test yang ada selama ini difungsikan khusus untuk pendeteksian kasus COVID-19 di kawasan zona merah saja.
Dia juga menyarankan alat test cepat itu difungsikan kepada orang-orang yang benar-benar terindikasi COVID-19 sehingga bisa lebih cepat ditangani. “Tidak menjadi syarat administratif untuk perjalanan menggunakan pesawat, kereta, atau kapal.”
Ombudsman berharap Kemenkes juga dapat menertibkan pelayanan polymerase chain reaction (PCR) test atau tes usap (swab test), serta juga menetapkan batasan biayanya. “Agar transparan karena ini sudah menjadi kebutuhan publik,” harapnya.
Terpisah, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan rumah sakit yang menerapkan biaya rapid test di atas ketentuan tarif tertinggi yang ditetapkan Kemenkes harus diberi sanksi.