Pemerintah Pastikan Tetap Melanjutkan Pemberian Insentif Pajak Tahun 2022

PENERIMAAN PAJAK 2021 LEBIHI TARGET (ist)

Pemerintah memastikan akan melanjutkan program insentif pajak tahun 2022 ini. Sejumlah sektor yang belum pulih dari terpaan pandemi COVID-19 akan menjadi prioritas pemerintah dalam memberikan insentif pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan,  Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah saat ini masih menggodok sektor-sektor yang bakal diberi insentif tahun ini.

Penggodokan akan berlangsung dinamis sambil memperhatikan target penerimaan pajak tahun ini yang mencapai Rp1.265 triliun, atau meningkat dari tahun lalu sebesar Rp1.229 triliun.

"Amanat ini akan kami coba capai dengan tetap memberikan insentif pajak secara selektif pada sektor yang masih belum pulih," katanya, Kamis, 6 Januari 2022.

Adapun, sektor yang sudah dipastikan mendapatkan insentif pajak yaitu sektor properti yang mendapat diskon Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) hingga Juni 2022. PPN DTP telah berjalan sejak awal 2021.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 103/2021 mengatur insentif PPN DTP berlaku atas rumah tapak atau rumah susun. Ini berlaku maksimal 1 unit rumah tapak atau rumah susun untuk 1 orang pribadi dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun.

Tahun lalu, pemerintah memberikan insentif PPN DTP kepada 941 pengembang sebesar Rp79 miliar untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung sektor dengan output multiplier yang tinggi.

Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) yang telah berakhir pada 31 Desember 2021 juga akan diperpanjang tahun ini, tetapi masih digodok.

Tahun 2021, ada enam pabrikan kendaraan bermotor memanfaatkan insentif PPnBM DTP senilai Rp4,63 triliun.

Adapun total pemanfaatan insentif pajak tahun 2021 mencapai Rp68,32 triliun atau 112,6% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.

Tantangan Tahun 2022

Neilmaldrin menerangkan tahun 2022 adalah tantangan baru, utamanya tantangan sebagai tahun terakhir defisit APBN boleh melebihi 3%.

Mulai tahun depan, defisit APBN harus di bawah 3%. Adapun tahun lalu defisit APBN tercatat sebesar 4,65% sebesar Rp783,7 triliun.

Dia menyebut, keberlanjutan reformasi perpajakan melalui implementasi beberapa ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sudah mulai berlaku tahun ini, seperti ketentuan PPh, PPN, pajak karbon, dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid II akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

"Upaya-upaya lainnya akan tetap dilakukan sesuai koridor umum Renstra (Rencana Strategis) DJP 2020-2024," imbuhnya.

Dia menegaskan, kinerja pajak yang baik tahun 2021 akan dijadikan bekal untuk mengakselerasi kinerja pajak tahun ini.

Adapun realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.300 triliun atau 103,9% dari target APBN 2021 sebesar Rp1.229 triliun. Ini merupakan realisasi tertinggi sepanjang sejarah dan pertama dalam 12 tahun terakhir.

Dia mengatakan, tercapainya target penerimaan tahun 2021 merupakan hasil dari berjalan baiknya penanganan pandemi COVID-19, termasuk di dalamnya insentif pajak dunia usaha, yang menyebabkan pemulihan ekonomi dan kesehatan di Indonesia.

"Beberapa sektor usaha yang berkontribusi paling besar adalah industri pengolahan, perdagangan, jasa keuangan dan asuransi, pertambangan dan penggalian, sektor informasi komunikasi, serta sektor transportasi dan pergudangan," terang Neilmaldrin. (TrenAsia.com)

Editor: Sutan Kampai

Related Stories