Strategi Malaysia Atur Harga BBM, Bukan Hanya SPBU Pemerintah yang Disubsidi

Menguak Cara Rahasia Malaysia Kelola Harga BBM, SPBU Swasta Juga Dapat Subsidi (Reuters)

KUALA LUMPUR - Di tengah perdebatan soal subsidi dan pembatasan kuota BBM swasta di Indonesia, Malaysia bisa menjadi contoh menarik dalam menjaga keterjangkauan harga bahan bakar tanpa membebani anggaran negara secara berlebihan.

Dengan menetapkan harga RON95 sekitar Rp7.800–Rp7.900 per liter, Malaysia mampu menciptakan mekanisme yang menguntungkan konsumen, menjaga iklim persaingan yang sehat, sekaligus menjamin keberlanjutan usaha SPBU baik milik swasta maupun BUMN.

Sebaliknya, di Indonesia harga Pertamax dengan RON95 masih berkisar Rp13.000–Rp14.000 per liter. Jika Indonesia hanya memberikan subsidi kepada Pertamina, Malaysia justru menerapkan pendekatan yang lebih inklusif.

Semua SPBU, baik milik Petronas maupun swasta seperti Shell dan BP, berhak menjual BBM bersubsidi dengan harga seragam. Mekanisme pengawasan pun ketat, warga Malaysia cukup menunjukkan MyKad, kartu identitas nasional, untuk membeli BBM dengan harga subsidi 1,99 ringgit per liter,.

Sementara warga asing membayar harga non-subsidi, yaitu 2,60 ringgit per liter. Setiap individu juga dibatasi hanya bisa membeli 300 liter per bulan, kecuali bagi pengemudi taksi online, untuk mencegah penyalahgunaan.

Petronas, BUMN yang Tetap Untung

Kebijakan subsidi tidak membuat Petronas, BUMN migas Malaysia, merugi. Justru sebaliknya, Petronas mencatatkan laba hingga Rp216 triliun pada 2024, jauh di atas Pertamina yang membukukan laba Rp49,5 triliun di tahun yang sama. 

Kunci sukses Petronas terletak pada efisiensi operasional, diversifikasi bisnis, dan penguasaan rantai pasok minyak dari hulu hingga hilir. Perusahaan ini juga agresif masuk ke sektor gas, petrokimia, dan energi terbarukan, sehingga sumber pendapatannya tidak bergantung hanya pada penjualan BBM.

Kebijakan harga seragam membuat SPBU swasta di Malaysia tetap bisa bersaing tanpa harus melakukan perang harga. Subsidi yang juga diberikan kepada mereka menjamin margin keuntungan tetap ada, sehingga investasi di sektor hilir tetap terjaga. Lebih dari itu, langkah ini turut membuka lapangan kerja baru. 

Malaysia juga memperkuat kebijakan energi dengan mengontrol impor BBM secara ketat. Produksi minyak domestik yang cukup membuat negeri jiran ini lebih mandiri dibandingkan Indonesia.

Meski memberikan subsidi besar, Malaysia mampu menjaga fiskal tetap stabil. Pemerintah menutup biaya subsidi dengan menaikkan tarif listrik untuk pengguna besar serta memperluas cakupan pajak penjualan dan jasa. Dana subsidi yang lebih efisien kemudian dialihkan untuk pembangunan infrastruktur publik dan bantuan sosial yang lebih tepat sasaran.

Baca juga : Saham INDF, ASII, dan AKRA Jadi Incaran Analis

Sebagai negara produsen minyak, Malaysia tidak terlalu bergantung pada impor. Inilah yang membuat biaya produksi BBM bisa ditekan. Harga BBM pun ditetapkan secara mingguan mengikuti tren pasar internasional. Meski demikian, harga RON95 untuk warga Malaysia dijaga tetap stabil berkat skema subsidi yang terarah.

Meski relatif berhasil, kebijakan ini bukan tanpa risiko. Masih ada potensi penyalahgunaan subsidi melalui praktik jual beli MyKad. Selain itu, ketergantungan Malaysia pada pendapatan minyak menjadikannya rentan jika harga minyak global anjlok. 

Di sisi politik, subsidi BBM juga kerap menjadi isu sensitif yang bisa memengaruhi popularitas pemerintah, seperti ketika Perdana Menteri Anwar Ibrahim mengambil keputusan penurunan harga menjelang aksi demonstrasi.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 22 Sep 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 23 Sep 2025  

Editor: Redaksi Daerah
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Lihat semua artikel

Related Stories