Nasional
Studi Menunjukkan Self-Care Tidak Cukup untuk Mengatasi Burnout
JAKARTA - Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa intervensi individu, seperti self-care, tidak berhasil mengatasi burnout. Burnout adalah suatu kondisi kelelahan psikis akibat stres kerja yang berlebihan, ternyata tidak dapat diatasi hanya dengan usaha-usaha individu untuk merawat diri.
Anthony Montgomery, seorang profesor psikologi pekerjaan dan organisasi di Northumbria University, Inggris, menjelaskan bahwa meskipun burnout terasa sebagai pengalaman pribadi, komponen paling pentingnya berasal dari interaksi dengan lingkungan dan keadaan sekitar.
Dalam wawancara dengan Shayla Love di podcast Scientific American, Montgomery menjelaskan bahwa burnout bukanlah diagnosis medis, namun respons terhadap kondisi kronis di mana seseorang terlalu banyak bekerja dan merasa tidak membuat perbedaan atau berkembang.
- Menginspirasi Dunia, Buku Biografi Jokowi dengan Bahasa Spanyol Dirilis di Barcelona
- Kenali Hari Tanpa Diskriminasi Sedunia yang Dirayakan Setiap Tanggal 1 Maret
- Telkomsel dan Huawei Sepakat Kembangkan Infrastruktur dan Bisnis Digital Baru
Komponen kunci dari burnout, menurut Montgomery, adalah memahami bagaimana pekerjaan diatur dan berinteraksi dengan lingkungan, yang dapat memprovokasi atau menyebabkan seseorang mengalami burnout.
Berbicara tentang pengalaman pribadinya, Shayla Love menyadari bahwa upaya self-care yang dia lakukan untuk mengatasi burnout tidak berhasil. Love kemudian meminta pandangan Amelia Nagoski, penulis buku "Burnout: The Secret to Unlocking the Stress Cycle," yang menjelaskan bahwa burnout berasal dari interaksi dengan lingkungan luar yang sulit.
Nagoski menekankan bahwa, meskipun beberapa stres di luar kendali individu, siklus stres yang terjadi di dalam tubuh dapat diatasi dengan memahami dan menyelesaikannya.
Melihat pada sudut pandang sosial, Montgomery menekankan bahwa burnout sering kali terjadi bukan hanya pada tingkat individu, tetapi melibatkan interaksi dengan orang-orang di sekitar kita dan lingkungan kerja.
Dalam situasi ini, intervensi sosial, termasuk perubahan dalam cara pekerjaan diatur, dapat membantu mengurangi tingkat stres dan burnout. Meskipun banyak penelitian burnout semula difokuskan pada konteks pekerjaan, ada fenomena yang disebut "burnout creep," di mana istilah burnout digunakan secara meluas untuk menggambarkan kelelahan atau kehilangan kegembiraan di berbagai aspek kehidupan, seperti menjadi orang tua atau relawan.
- Jangan Disepelekan, Ini Manfaat Edukasi Keuangan Bagi Anak
- Jangan Asal, Pahami Risiko dan Teknik Penipuan Cryptocurrency
- 5 Rekomendasi Destinasi Wisata yang Wajib Dikunjungi di Kabupaten Ponorogo
Dalam kesimpulan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa solusi untuk burnout bukanlah hanya upaya individu untuk merawat diri, tetapi juga melibatkan pemahaman dan intervensi terhadap faktor-faktor sosial dan lingkungan yang memprovokasi burnout. Dengan demikian, pendekatan holistik yang melibatkan perubahan di lingkungan kerja dan dukungan sosial dianggap lebih efektif dalam mengatasi burnout.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 17 Feb 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 01 Mar 2024