Nasional
Masa Sih! Orang Eropa Pernah Konsumsi Ekstrak Mumi Untuk Sembuhkan Penyakit
Mumi menjadi sebuah peninggalan berupa jenazah orang mati yang diawetkan sedemikian rupa entah secara sengaja atau alami. Karenanya, ketika jenazah orang mati biasanya hancur dan menjadi tulang belulang, maka mumi maih meninggalkan guratan rupa semasa jenazah hidup meski tampak lebih kering.
Namun tahukan Anda, ratusan tahun yang lalu, tepatnya sekitar abad pertengahan hingga penghujung abad 18, penduduk Eropa memburu mumi untuk dikonsumsi.
Mengutip Live Science Kamis, 15 September 2022, orang Eropa menganggap daging mumi Mesir punya khasiat tertentu untuk kesehatan. Daging mumi yang dihaluskan dan diberi pewarna dipercaya dapat menyembuhkan apa saja, mulai dari sakit kepala hingga pes.
Beberapa istilah diberikan untuk menyebut pemanfaatan ekstrak mumi ini. Seperti pemanfaatan ekstrak mumi Mesir yang disebut dengan Mumia.
Dalam prosesnya, mumia dibuat oleh sesorang yang kala itu divap sebagai apoteker menggunakan sisa-sisa mumi yang dibawa dari Mesir ke Eropa pada abad ke-12 untuk dibuat obat. Setelahnya, produk ekstrak mumi ini kemudian dijual bebas di apotek yang dibawa dari Mesir hingga Eropa dan tentunya laris manis.
Kala itu, banyak penduduk Eropa yang percaya bahwa mumia bisa menyembuhkan penyakit. Bahkan, mumia biasa dikonsumsi baik orang kaya dan miskin.
Perlu diketahui, pada abad ke-12, antibiotik belum ditemukan. Karenanya, banyak yang menganggap mumia sebagai obat dari segala obat. Para dokter zaman itu bahkan meresepkan tengkorak, tulang, hingga daging yang dihaluskan untuk mengobati berbagai penyakit. Sebut saja sakit kepala hingga mengurangi pembengkakan atau pemulihan wabah.
- Barry Callebaut Tingkatkan Prodoktivitas Petanai Kakao di Indonesia
- Nilai Transaksi Livin Mandiri (BMRI) hingga Semester I-2022 Naik 64%
- Waskita Karya (WSKT) Akan Bayar Obligasi Jatuh Tempo Senilai Rp1,63 Triliun
- Inpres: Pejabat Pakai Kendaraan Listrik
Meski jadi populer, rupanya tak semua orang percaya dengan khaisat mumia. Dokter Kerajaan Inggris yang hidup pada abad ke-16, Guy de la Fontaine diketahui meragukannya.
Kala itu, Fontaine menyebut ada mumi palsu yang beredar dan dibuat dari jasad petani yang meninggal di Alexandria pada 1546. Dengan begitu, orang-orang berpotensi ditipu dengan memakan mumi palsu.
Namun bukannya bertambah baik, kabar adanya pemalsuan mumi menyebabkan penduduk kala itu semakin kehabisan akal.
Setelah adanya pemalsuan ini, ditambah pasokan mumi Mesir kuno yang tak bisa mencukupi kebutuhan, orang-orang mulai bergeser untuk membeli daging dan darah segar dai manusia yang baru meninggal. untuk dijadikan obat.
Ironisnya, ekstrak mayat segar diklaim lebih berkhasiat. Klaim daging dan darah segar lebih berkhasiat ini bahkan diamini oleh sosok bangsawan paling dihormati kala itu.
Para ahli meyakini bahwa praktik mengekstrak mumi inu dilakukan hingga abad ke-18. Hal ini dibuktikan dengan catatan mengenai Raja Inggris Charles II yang berani mengonsumsi obat yang terbuat dari tengkorak manusia setelah menderita kejang.
Obat dari tengkorak manusia ini digunakan hingga 1909, di mana dokter bisa meresepkannya bagi mereka yang mengalami gangguan kondisi neurologis. (TrenAsia.com)