Nasional
Pemerintah Usul Revisi UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Ini Alasannya
Pemerintah bakal mengusulkan revisi UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Bebasnya dua terdakwa kasus penipuan dan penggelapan dana di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya menjadi pemicu agar UU segera direvisi untuk keamanan anggota koperasi.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, usai melakukan rapat koordinasi dengan Polri, Kejagung, dan Kementerian Koperasi UKM terkait perkembangan kasus KSP Indosurya.
Sebelumnya, dua petinggi KSP Indosurya yakni Ketua, Henry Surya dan Direktur Keuangan, June Indriva, divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa 24 Januari. Henry disebut tidak melakukan tindak pidana, melainkan perdata dalam kasus KSP Indosurya.
“Kami akan mengajukan revisi UU koperasi agar penipuan-penipuan yang berkedok koperasi bisa segera diakhiri dan ditangkal untuk masa depan yang akan datang,” ujar Mahfud dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam, Sabtu 28 Januari 2023.
Mahfud menjelaskan salah satu poin yang akan direvisi adalah terkait pengawasan. UU Koperasi selama ini tidak mengatur pengawasan yang kompleks seperti UU Perbankan. Koperasi dapat mengawasi dirinya sendiri sehingga pemerintah maupun lembaga pengawas lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak bisa terlibat fungsi pengawasan. “Kami memohon pengertian DPR,” ujar Mahfud.
- BRI Targetkan 25.000 Agen Baru BRILink pada 2023, Ini Cara Seleksinya
- Pemerintah Usul Revisi UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Ini Alasannya
- Kantor Arema FC Dirusak Massa
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan pemerintah akan membuka kasus baru terkait kasus penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya. Merujuk PPATK, korban kasus ini mencapai 23.000 orang dengan kerugian total Rp106 triliun. “Kami juga akan membuka kasus baru dari perkara ini karena tempus delicti (waktu kejadian) dan locus delicti (TKP), korbannya masih banyak,” ungkap Mahfud.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan revisi UU Koperasi bakal membuat kewenangannya mengawasi koperasi lebih kuat. Saat ini pihaknya tak memiliki wewenang untuk memberikan sanksi bagi koperasi nakal maupun abal-abal. Menurut dia, koperasi yang menjalankan praktik jasa keuangan idealnya tak hanya diawasi anggota. “Tapi juga oleh otoritas yang punya instrumen pengawasan lengkap,” imbuhnya.
Teten menyebut masih banyak KSP di Indonesia yang berlindung di balik filosofi koperasi sehingga menolak pengawasan di luar anggotanya sendiri. Hal ini, menurutnya, berpotensi menyuburkan praktik shadow banking atau kkegiatan perantara keuangan tetapi tidak tunduk pada pengawasan peraturan sistem perbankan.
“Untuk kasus ini, kami akan minta mereka mengubah kelembagaannya bukan lagi KSP, tapi menjadi koperasi jasa keuangan yang izin usaha dan pengawasannya berada di bawah OJK,” tegas Teten. (Sijori.id)