Penerimaan Negara dari Hulu Migas Mencapai Rp 140 Triliun hingga Pertengahan Tahun 2022

Pelatihan usaha kecil dilakukan oleh perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebagai salah satu bukti perhatian industri hulu migas kepada masyarakat. Foto: Arsip (skk migas)

Penerimaan negara dari kegiatan hulu migas sampai pertengahan tahun ini sudah mencapai USD 9,7 miliar atau setara Rp 140 triliun. Capaian itu didorong kenaikan harga minyak dunia serta keberhasilan dalam menerapkan efisiensi. 

Merujuk data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), kinerja hulu migas telah mencapai 97,3% dari target penerimaan negara pada APBN 2022 yang ditetapkan sebesar USD 9,95 miliar.

Industri hulu migas merupakan salah satu katalisator bagi pembangunan nasional dan menjaga keberlanjutan usaha industri penunjang nasional. 

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam konferensi pers Capaian dan Kinerja Hulu Migas Semester Pertama 2022 di Jakarta (15/7/2022) menyebut sejumlah aktivitas utama hulu migas di kuartal kedua 2022 sudah melampaui capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

“Semisal pada pengeboran sumur eksplorasi yang sampai Semester Pertama 2022 sudah mencapai 16 sumur atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebanyak 13 sumur atau lebih tinggi 23%. Begitupula pada kegiatan pengeboran sumur pengembangan yang mencapai 348 sumur atau lebih tinggi 87% dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2021 sebanyak 186 sumur,” terang Dwi Sutjipto.'

Industri hulu migas tak bisa dilepaskan dari stigma sebagai bisnis yang hanya menguntungkan pengusaha ‘kelas atas’. Ini tak bisa dihindari karena untuk masuk bisnis ini butuh investasi besar dan teknologi tinggi. 

Meski begitu, berdasarkan studi ReforMiner, industri hulu migas punya peran penting terhadap struktur perekonomian nasional. Lembaga riset independen bidang ekonomi, energi, dan pertambangan itu, juga mencatat investasi hulu migas memberikan manfaat positif terhadap pertumbuhan PDB Indonesia. 

Manfaat lainnya yakni peningkatan ekspor Indonesia, peningkatan pendapatan pemerintah (pusat dan daerah), peningkatan penerimaan pajak, surplus neraca pembayaran, dan meningkatkan penguatan nilai tukar rupiah. 

Terdapat dua sumber utama pendorong ekonomi dari sektor hulu migas ini. Yaitu komoditas utama (migas) dan sektor penunjang migas. 

Tahun lalu dari dua sektor ini diperkirakan terjadi perputaran uang senilai USD 6,058 miliar atau setara Rp 87 triliun dengan capaian Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 52 persen. Kemudian industri transportasi dengan nilai USD 470 juta (Rp 6,8 triliun) dengan kandungan TKDN mencapai 78 persen.

Disusul industri tenaga kerja USD 442,76 juta (Rp 6,4 triliun) dengan nilai TKDN sebesar 86 persen, industri perhotelan senilai USD 129,88 juta (Rp 1,8 triliun) dengan kandungan TKDN sebesar 92 persen. Pencapaian industri kesehatan, sebesar USD 20,446 juta (Rp 296,4 miliar) dengan TKDN 86 persen, disusul industri asuransi senilai USD 3,821 juta (Rp 55,4 miliar) dengan nilai TKDN sebesar 86 persen.

Sedangkan usaha menengah dan usaha kecil memiliki peranan aktif terhadap perputaran roda ekonomi sebesar 10,7 persen dengan nilai TKDN 100 persen. 

Sementara dampak langsung terhadap  pemerintah daerah misalnya melalui Dana Bagi Hasil Migas (DBH Migas), hak partisipasi 10%, pajak daerah dan retribusi daerah, terciptanya bisnis penyedia barang dan jasa, penyerapan tenaga kerja, adanya tanggung jawab sosial perusahaan, fasilitas penunjang daerah bsia dimanfaatkan masyarakat, dan sebagainya.  

Terkait peningkatan lapangan kerja, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Timur, Slamet Brotosiswoyo mengatakan kontribusi bisnis hulu migas sangat terasa. 

“Ada banyak pengusaha-pengusaha daerah yang dilibatkan dalam proyek-proyek mereka, meski sifatnya masih subkontraktor,” kata Slamet. Pekerjaan-pekerjaan itu antara lain penyediaan konsumsi (katering) bagi pekerja migas, penyuplai tenaga kerja, atau penyewaan alat transportasi. 

“Beberapa juga ada yang memperoleh kontrak kerja konstruksi, pembuatan bangunan atau jalan,” imbuh Slamet. Ia mengakui tak mudah menjadi kontraktor utama di bisnis hulu migas karena harus memiliki modal yang kuat, penggunaan teknologi tinggi, serta memahami bisnis migas dunia. 

“Kemampuan ini  yang belum dimiliki oleh pengusaha daerah. Namun demikian, secara SDM, banyak tenaga kerja kita yang mengisi posisi strategis di perusahaan-perusahaan migas,” ungkap Slamet. 

Bukan hanya bagi pengusaha besar, keberadaan industri hulu migas juga menolong para pelaku usaha kecil, seperti penjual pulsa, makanan dan minuman, ojek online, hingga pengusaha properti. 

“Jadi semua bisa hidup karena ada sektor usaha ini. Bukan hanya yang besar-besar,” kata Slamet lagi. 

Senada, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kaltim, Bakri Hadi mengatakan para pengusaha lokal telah masuk sektor pengadaan peralatan pemadam kebakaran, rental equipment seperti mobil, sampai membangun kantor dan persiapan untuk sumur. Pekerjaan-pekerjaan itu sudah biasa dilakukan pengusaha daerah yang selama ini melayani perkebunan maupun pemerintahan.(ibukotakini.com)

Editor: Redaksi
Bagikan

Related Stories