Periode Februari 2022, Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$416,3 Miliar

Ilustrasi utang negara / TrenAsia-Deva Satria

Bank Indonesia (BI) menyebut nilai Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mengalami kontraksi sebesar 1,5% year-on-year (yoy) pada periode Februari 2022. Ini sekaligus melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya senilai 1,6% yoy. 

Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menyebut perkembangan itu disebabkan oleh kontraksi ULN sektor publik seperti pemerintah dan bank sentral, serta sektor swasta. Dengan demikian posisi ULN Indonesia pada Februari 2022 tercatat sebesar US$416,3 miliar.

Pertumbuhan ULN Pemerintah pada akhir Februari 2022 terkontraksi 3,9% yoy, lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 5,4% yoy. Sehingga posisi ULN Pemerintah pada Februari 2022 tercatat sebesar US$201,1 miliar. 

“ULN Pemerintah tetap terkendali dan dikelola secara terukur dan berhati-hati,” ujar Erwin dikutip dari keterangan resmi, Minggu, 17 April 2022.

Perkembangan ULN tersebut disebabkan oleh penarikan neto pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek, antara lain berupa dukungan pembiayaan pembangunan dan peningkatan kapasitas infrastruktur.

Selain itu, ada juga program peningkatan daya saing, modernisasi industri, dan akselerasi perdagangan dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan Asian Development Bank (ADB). 

Di samping itu, lanjut Erwin, sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga mendorong investor asing kembali menempatkan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik.

Ia mejelaskan bahwa penarikan ULN pada Februari 2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, termasuk upaya penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). 

“Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel,” tutur dia.

Dukungan ULN pemerintah dalam memenuhi kebutuhan belanja prioritas antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dengan porsi 24,6% dari total ULN, sektor jasa pendidikan sebanyak 16,5%.

Kemudian, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sekitar 15,1%, sektor konstruksi 14,2%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi sejumlah 11,8%. 

Menurut Erwin, posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8% dari total ULN pemerintah. (TrenAsia.com)

Editor: Redaksi
Bagikan

Related Stories